Karena pergaulan mereka sejak kecil dan hubungan saudara sepupu, terjadilah hubungan cinta antara Mariamin dan Aminu’ddin. Ibu Mariamin menyetujui hubungan itu karena Aminu’ddin adalah seorang anak yang baik budinya, lagi pula Nuria ingin agar puterinya dapat hidup berbahagia dan tidak selalu menderita oleh kemiskinan mereka.
Orang tua Aminu’ddin adalah seorang kepala kampong, bangsawan kaya dan
disegani oleh bawahannya karena sifat-sifatnya yang mulia serta kerajinan
kerjanya. Ayah Aminu’ddin bernama Baginda Diatas.Sifatnya munurun kepada
anaknya. Sebaliknya, keluarga Mariamin adalah keluarga miskin yang disebabkan
oleh tingkah laku ayahnya almarhum yang suka berjudi,pemarah,mau menang sendiri
serta suka berbicara kasar. Karena sifat ayah Mariamin yang suka berperkara
degan orang lain,akhirnya keluarga Mariamin jatuh miskin. Hingga akhir
hayatnya, Tohir(Sutan Baringin) engalami nasib sengsara bersama istrinya,
Nuria. Istri Baginda Diatas adalah adik kandung Sutan Baringin.
Hubungan cinta antara Mariamin dan Aminu’ddin semakin bersemi ketika
suatu hari Mariamin tergelincir dari sebuah jemabatan bambu. Dengan sigap,
Aminu’ddin terjun ke sungai untuk menyelamatkan jiwa Mariamin. Mariamin
terselamatkan, dan merasa amat berhutang budi pada sepupunya itu.
Akan tetapi,
hubungan cinta mereka tidak mendapat restu dari Baginda Diatas karena keluarga
Mariamin adalah keluarga miskin dan bukan dari kalangan bangsawan. Suatu
ketika, Aminu’ddin meninggalkan Sipirok dan pergi ke Deli(Medan) untuk mencari
pekerjaan., setelah sebelumnya berjanji kepada Mariamin un tuk kawin pada saat
dia mempunyai gaji dan mampu menghidupi calon istrinya.
Sepeninggal Aminu’ddin, Mariamin sering
berkirim dan berbalas surat dengan Aminu’ddin. Ia selalu menolak lamaran pemuda
yang datang untuk meminangnya, karena kesetiaannya pada Aminu’ddin seorang.
Setelah mendapat pekerjaan di Medan,
Aminu’ddin berkirim surat kepada Mariamin untuk segara manyusulnya ke Medan dan
menjadi istrinya. Kabar itu juga ia sampaikan kepada orang tuanya sendiri, dan
menyuruh ayahnya untuk menjemput Mariamin kemudian membawanya ke Medan. Ibu
Aminu’ddin sangat senang dan menyetujui rencana anaknya. Akan tetapi, Baginda
Diatas tidak menyetujuinya. Oleh karena itu, sepakatlah mereka untuk pergi ke
dukun, dan menanyakan untung dan rezeky Aminu’ddin kelak apabila ia menikah
dengan Mariamin. Adapun kabar yang diberikan oleh dukun tersebut menyatakan
bahwa pernikahan Aminu’ddin dan Mariamin akan berakibat buruk bagi sang suami.
Alangkah sedih sedih hati ibu Aminu’ddin, tetapi Baginda Diatas malah
sebaliknya. Ia pun segera menjemput seorang puteri kepala kampung lain yang
cantik dan kaya.
Kemudian tanpa sepengetahuan Aminu’ddin,
Baginda Diatas membawa calon menantu pilihannya itu hendak dijodohkan dengan
Aminu’ddin di Medan. Adapun Aminu’ddin amat kecewa setelah tahu bahwa gadis
yang dibawa oleh ayahnya bukanlah Mariamin yang menjadi pujaan hatinya selama
ini. Akan tetapi, ia tidak mapu untuk menolak keinginan ayahnya, serta adat
istiadat yang berlaku dalam masyarakat-nya. Aminu’ddin kemudian mengirim surat
kepada Mariamin tentang perkawinannya yang tidak berdasarkan cinta. Dan kepada
Mariamin, ia juga memohon maaf dan maminta Mariamin agar berlaku sabar dalam
menerima cobaan.
Mariamin kemudian jatuh sakit karena
cintanya terhalang. Suatu hari, Baginda Diatas datang ke rumah Marianin untuk
meminta maaf dan menyesali segala perbuatannya setelah melihat sifat-sifat
Mariamin yang baik.
Beberapa bulan kemudian, Mariamin
dikawinkan dengan seorang kerani yang belum dikenalnya, bernama Kasibun.
Ternyata kemudian ia ketahui bahwa suaminya itu baru saja menceraikan istrinya
di Medan untuk mengawini Mariamin. Setelah menikah, Mariamin ikut tinggal di
Medan bersama suaminya. Akan tetapi, Kasibun ternyata memiliki suatu penyakit.
Mariamin pun enggan untuk melayani suaminya sebelum Kasibun berobat terlebih
dahulu karena ia takut tertular.
Suatu ketika, Aminu’ddin mengunjungi
Mariamin di rumahnya. Pertemuan itu membuat Mariamin pingsan sehingga
menimbilkan kecurigaan dan rasa cemburu yang besar dalam diri Kasibun. Kasibun
kemudian menyiksanya tanpa belas kasihan. Akibat siksaan itu, Mariamin mersasa
tidak tahan hidup bersama suaminya. Ia kemudian melapor kepada polisi dan
mengadukan perkaranya.
Kasibun pun kalah perkara. Dia
diharuskan membayar denda sebesar dua puluh lima rupiah. Kasibun juga mengaku
bersalah dan harus merelakan Mariamin bercerai darinya. Mariamin sangat sedih
dan memutuskan untuk pulang ke rumah ibunya di sipirok. Badannya amat kurus dan
sakit-sakitan, sehingga akhirnya ia meninggal dunia dengan amat sengsara.
A.
Unsur
Intrinsik
1.
Tema
Cinta yang terhalang adat
2.
Alur
Alur campuran
3.
Latar/setting
Waktu :
Siang, malam, pagi
Tempat : Tepi
sungai, pesanggrahan, di sawah, di rumah
Suasana : Menyedihkan,
mengharukan, dan bahagia
4.
Penokohan
Aminu’ddin: Baik hati, pengiba, senang
membantu, rajin, pandai
Marimin
: Baik hati, pemaaf, rajin, setia, berbakti pada orang tua, lemah lembut.
Nuria : Sabar, bijaksana, sayang kepada keluarganya, baik
Nuria : Sabar, bijaksana, sayang kepada keluarganya, baik
lemah lembut
Sutan Baringin : Pemarah,
penjudi, suka berbicara kasar, suka berperkara,tidak peduli pada keluarga
Ibunda
Aminu’ddin : Baik hati, sayang pada keluarganya,peduli pada penderitaan
saudaranya
Marah Sait : Jahat,
suka menghasut orang lain
Kasibun : Pemarah,pencemburu, suka memaksakan
kehendak, kasar.
5.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam roman Azab dan Sengsara
Nilai moral
-
Aminu’ddin
adalah seorang anak yang rajin dan penurut terhadap kemauan orang tuanya
-
Tali
perkauman tidak akan putus meskipun itu terjalin antara si Kaya dan si Miskin
Nilai agama
-
Nuria adalah
seorang yang taat dan yakin kepada agama
-
Keyakinannya
kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang memberi kekuatan
baginya akan menerima nasibnya yang baik dan buruk.
-
Kalau
sekiranya ia tiada menaruh kepercayaan yang kuat kepada Allah SWT, tentulah ia
akan melarat dan tentu iblis dapat mendayanya.
Nilai kebudayaan
-
Menurut
kebiasaan orang Batak yang mendiami Tapanuli, ada dua nama yang dipakai oleh
masing-masing pria. Satu nama diberikan sebelum kawin, dan satu nama setelah
kawin yang disebut dengan gelar.
-
Bagi orang
Tapanuli, sebelum mereka menikahkan anaknya, terlebih dahulu mereka pergi ke
dukun untuk menanyakan untung dan rugi daripada perkawinan anak mereka kelak.
-
Dalam
masyarakat Tapanuli, terdapat larangan untuk kawin dengan orang sesuku. Mereka
tidak boleh ambil-mengambil dalam perkawinan, karena dilarang keras oleh adat.
-
Bagi orang
tua, apabila hendak menikahkan anak perempuan mereka, yang harus dibicarakan
boli (mahar)
-
Apabila
seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita, maka orang tuanya harus
menjemput si gadis kemudian dibawa ke rumahnya.
-
Menurut adat
orang Batak, orang yang meminta maaf akan kesalahannya, harus harus membawa
nasi ke rumah orang tempat ia meminta maaf itu, supaya langkahnya berat. Nasi
itu biasanya dibungkus dengan daun pisang sehingga disebut dengan nasi bungkus.
Nilai sosial
-
Kalau kita
dalam kekayaan, banyaklah kaum dan sahabat. Bila kita jatuh miskin, seorang pun
tak ada lagi yang rapat, sedang kaum yang karib itu menjauhkan dirinya.
-
Untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya, Nuria mengumpulkan kaum kelargnya serta para tetua di
kampungnya untuk menasihati suaminya.
Nilai pendidikan
-
Setelah
Mariamin berumur tujuh tahun, ia pun dimasukkan orang tuanya ke sekolah
-
Meskipun ibu
bapaknya orang kampung saja, tahu jugalah mereka itu, bahwa anak-anak perempuan
pun harus juga disekolahkan.
6.
Amanat
-
Sebagai anak
yang berbakti, kita hendaknya menuruti kemauan orang tua kita selama kemauan
itu adalah wajar.
-
Hendaklah
kita berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, karena penyesalan datangnya
belakangan
-
Bagaimana pun
besarnya cobaan dan derita yang kita hadapi, janganlah kita lupa pada Allah
SWT.
-
Janganlah
mencintai seseorang hanya karena harta, derajat dan kedudukan yang dimilikinya.
-
Anak yang
sudah cukup umur hendaklah disekolahkan atau diberi pendidikan.
-
Aturan-aturan
dalam adat yang sudah tidak sesuai dengan adat yang dimiliki oleh masyarakat
sekarang ini, baiknya dihilangkan daripada memberi kesulitan bagi seseorang.
Seperti halnya dalam perjodohan.
7.
Sudut pandang
pengarang
Sudut pandang orang
ketiga(pengamat/penonton)
B.
Unsur
Ekstrinsik
1.
Latar
belakang pengarang
Merari
Siregar (1896-1940), dilahirkan di Sipirok, Sumatera Utara, adalah seorang
sastrawan Indonesia yang berasal dari Angkatan Balai Pustaka. Setelah meraih
ijazahHandelscorrespondent Bond A di Jakarta, ia bekerja sebagai guru bantu di Medan, kemudian bekerja di
Rumah Sakit Umum Jakarta, dan terakhir di Opium & Zoutregie Kalianget,
Madura. Selain Azab dan Sengasara, yang merupakan tonggak kesusastraan
Indonesia, ia juga menulis cerita si Jamin dan si Johan yang merupakan saduran
karya Jus vVan Maurik (1918).
2.
Zaman ketika
karya sastra Azab dan Sengsara dibuat.
Roman Azab dan sengsara disusun pada
tahun 1920 dan cetakan pertama pada tahun 1927, dimana pada waktu itu bangsa
Indonesia tengah berjuang untuk merebut kemerdekaannya dari tangan penjajahan
Bangsa Jepang. Meskipun begitu, jalan cerita di dalamnya tidak menyinggung
masalah peperangan yang terjadi pada waktu roman ini dibuat. Akan tetapi,
isinya lebih banyak membahas tentenag adat istiadat yang dimiliki oleh
masyarakat Tapanuli, Sumatera Utara pada masa itu.
A. Kelebihan
1.
Sebagaimana
pengertian dari roman adat, roman Azab dan Sengsara benar-benar menceritakan
tentang adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat Tapanuli.
2.
Di dalamnya
terkandung berbagai tuntunan yang baik bagi para remaja yang biasanya berputus
asa jika tengah menghadapi suatu kegagalan.
3.
Pegarang
menggunakan istilah-istilah sehari-hari yang dipakai oleh masyarakat Tapanuli,
sehinnga pembaca dapat mengetahui bahasa di daerah Tapanuli.
4.
Pengarang
mencantumkan pengertian dari istilah yang digunakan, sehingga pembaca dapat
lebih mengerti.
5.
Pengarang
menggunakan ungkapan yang sesuai dengan isi cerita,seperti jantung hati, sehingga
menambah nilai kesusastraan dalam cerita.
B. Kekurangan
1.
Terdapat
penulisan kata-kata yang tidak baku, misalnya:
Bang : azan
Merengkah : merekah
Laki : suami
Bini : istri
Pujuk : bujuk
2.
Dalam roman
Azab dan Sengsara, terdapat gaya penceritaan yang terlalu bertele-tele, bahkan
seringkali melenceng dari pokok pembahasan yang sedang diceritakan.
3.
Terdapat
penulisan kalimat yang strukturnya tidak baku,
Seperti:
Baiklah anakku dahulu makan
dan dengan moral atau perilaku yang
terpengaruh oleh adat dan kebiasaan.
4.
Bahasa
Bahasa yang digunakan pada karya sastra Angkatan 20-an dipengaruhi oleh bahasa daerah. Penggunaan ungkapan dan perbandingan sebagai bentuk kiasan banyak ditemui dalam karya sastra angkatan 20-an.
Bahasa yang digunakan pada karya sastra Angkatan 20-an dipengaruhi oleh bahasa daerah. Penggunaan ungkapan dan perbandingan sebagai bentuk kiasan banyak ditemui dalam karya sastra angkatan 20-an.
Bagus dibaca. Saya juga belum tahu bahwa dalam novel penggunaan bahasa di Tapanuli mempengaruhi teks.
BalasHapusSalam dari Frankfurt / Jerman