Now you can Subscribe using RSS

Submit your Email

Jumat, 04 April 2014

Sinopsis Unsur-unsur Novel Azab dan Sengsara

Oktavia


Karena pergaulan mereka sejak kecil dan hubungan saudara sepupu, terjadilah hubungan cinta antara Mariamin dan Aminu’ddin. Ibu Mariamin menyetujui hubungan itu karena Aminu’ddin adalah seorang anak  yang baik budinya, lagi pula Nuria ingin agar puterinya dapat hidup berbahagia dan tidak selalu menderita oleh kemiskinan mereka. 

Orang tua Aminu’ddin adalah seorang kepala kampong, bangsawan kaya dan disegani oleh bawahannya karena sifat-sifatnya yang mulia serta kerajinan kerjanya. Ayah Aminu’ddin bernama Baginda Diatas.Sifatnya munurun kepada anaknya. Sebaliknya, keluarga Mariamin adalah keluarga miskin yang disebabkan oleh tingkah laku ayahnya almarhum yang suka berjudi,pemarah,mau menang sendiri serta suka berbicara kasar. Karena sifat ayah Mariamin yang suka berperkara degan orang lain,akhirnya keluarga Mariamin jatuh miskin. Hingga akhir hayatnya, Tohir(Sutan Baringin) engalami nasib sengsara bersama istrinya, Nuria. Istri Baginda Diatas adalah adik kandung Sutan Baringin.

Hubungan cinta antara Mariamin  dan Aminu’ddin semakin bersemi ketika suatu hari Mariamin tergelincir dari sebuah jemabatan bambu. Dengan sigap, Aminu’ddin terjun ke sungai untuk menyelamatkan jiwa Mariamin. Mariamin terselamatkan, dan merasa amat berhutang budi pada sepupunya itu.

Akan tetapi, hubungan cinta mereka tidak mendapat restu dari Baginda Diatas karena keluarga Mariamin adalah keluarga miskin dan bukan dari kalangan bangsawan. Suatu ketika, Aminu’ddin meninggalkan Sipirok dan pergi ke Deli(Medan) untuk mencari pekerjaan., setelah sebelumnya berjanji kepada Mariamin un tuk kawin pada saat dia mempunyai gaji dan mampu menghidupi calon istrinya.

Sepeninggal Aminu’ddin, Mariamin sering berkirim dan berbalas surat dengan Aminu’ddin. Ia selalu menolak lamaran pemuda yang datang untuk meminangnya, karena kesetiaannya pada Aminu’ddin seorang.

Setelah mendapat pekerjaan di Medan, Aminu’ddin berkirim surat kepada Mariamin untuk segara manyusulnya ke Medan dan menjadi istrinya. Kabar itu juga ia sampaikan kepada orang tuanya sendiri, dan menyuruh ayahnya untuk menjemput Mariamin kemudian membawanya ke Medan. Ibu Aminu’ddin sangat senang dan menyetujui rencana anaknya. Akan tetapi, Baginda Diatas tidak menyetujuinya. Oleh karena itu, sepakatlah mereka untuk pergi ke dukun, dan menanyakan untung dan rezeky Aminu’ddin kelak apabila ia menikah dengan Mariamin. Adapun kabar yang diberikan oleh dukun tersebut menyatakan bahwa pernikahan Aminu’ddin dan Mariamin akan berakibat buruk bagi sang suami. Alangkah sedih sedih hati ibu Aminu’ddin, tetapi Baginda Diatas malah sebaliknya. Ia pun segera menjemput seorang puteri kepala kampung lain yang cantik dan kaya.

Kemudian tanpa sepengetahuan Aminu’ddin, Baginda Diatas membawa calon menantu pilihannya itu hendak dijodohkan dengan Aminu’ddin di Medan. Adapun Aminu’ddin amat kecewa setelah tahu bahwa gadis yang dibawa oleh ayahnya bukanlah Mariamin yang menjadi pujaan hatinya selama ini. Akan tetapi, ia tidak mapu untuk menolak keinginan ayahnya, serta adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat-nya. Aminu’ddin kemudian mengirim surat kepada Mariamin tentang perkawinannya yang tidak berdasarkan cinta. Dan kepada Mariamin, ia juga memohon maaf dan maminta Mariamin agar berlaku sabar dalam menerima cobaan.

Mariamin kemudian jatuh sakit karena cintanya terhalang. Suatu hari, Baginda Diatas datang ke rumah Marianin untuk meminta maaf dan menyesali segala perbuatannya setelah melihat sifat-sifat Mariamin yang baik.

Beberapa bulan kemudian, Mariamin dikawinkan dengan seorang kerani yang belum dikenalnya, bernama Kasibun. Ternyata kemudian ia ketahui bahwa suaminya itu baru saja menceraikan istrinya di Medan untuk mengawini Mariamin. Setelah menikah, Mariamin ikut tinggal di Medan bersama suaminya. Akan tetapi, Kasibun ternyata memiliki suatu penyakit. Mariamin pun enggan untuk melayani suaminya sebelum Kasibun berobat terlebih dahulu karena ia takut tertular.

Suatu ketika, Aminu’ddin mengunjungi Mariamin di rumahnya. Pertemuan itu membuat Mariamin pingsan sehingga menimbilkan kecurigaan dan rasa cemburu yang besar dalam diri Kasibun. Kasibun kemudian menyiksanya tanpa belas kasihan. Akibat siksaan itu, Mariamin mersasa tidak tahan hidup bersama suaminya. Ia kemudian melapor kepada polisi dan mengadukan perkaranya.

Kasibun pun kalah perkara. Dia diharuskan membayar denda sebesar dua puluh lima rupiah. Kasibun juga mengaku bersalah dan harus merelakan Mariamin bercerai darinya. Mariamin sangat sedih dan memutuskan untuk pulang ke rumah ibunya di sipirok. Badannya amat kurus dan sakit-sakitan, sehingga akhirnya ia meninggal dunia dengan amat sengsara. 

A.        Unsur Intrinsik 
1.         Tema   
Cinta yang terhalang adat
2.         Alur    
Alur campuran
3.         Latar/setting      
Waktu      : Siang, malam, pagi
Tempat     : Tepi sungai, pesanggrahan, di sawah, di rumah
Suasana    : Menyedihkan, mengharukan, dan bahagia
4.         Penokohan   
Aminu’ddin: Baik hati, pengiba, senang membantu, rajin, pandai
Marimin    : Baik hati, pemaaf, rajin, setia, berbakti pada orang tua, lemah   lembut. 
Nuria         : Sabar, bijaksana, sayang kepada keluarganya, baik
lemah lembut
            Sutan Baringin : Pemarah, penjudi, suka berbicara kasar, suka berperkara,tidak  peduli pada keluarga
        Baginda Diatas : Sombong,mau menang sendiri,baik hati, gengsi
              Ibunda Aminu’ddin : Baik hati, sayang pada keluarganya,peduli pada penderitaan saudaranya
    Marah Sait : Jahat, suka menghasut orang lain
  Kasibun   : Pemarah,pencemburu, suka memaksakan kehendak, kasar.


5.         Nilai-nilai yang terkandung dalam roman Azab dan Sengsara
Nilai moral
-        Aminu’ddin adalah seorang anak yang rajin dan penurut terhadap kemauan orang tuanya
-        Tali perkauman tidak akan putus meskipun itu terjalin antara si Kaya dan si Miskin
Nilai agama
-        Nuria adalah seorang yang taat dan yakin kepada agama
-        Keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang memberi kekuatan baginya akan menerima nasibnya yang baik dan buruk.
-        Kalau sekiranya ia tiada menaruh kepercayaan yang kuat kepada Allah SWT, tentulah ia akan melarat dan tentu iblis dapat mendayanya.
Nilai kebudayaan
-        Menurut kebiasaan orang Batak yang mendiami Tapanuli, ada dua nama yang dipakai oleh masing-masing pria. Satu nama diberikan sebelum kawin, dan satu nama setelah kawin yang disebut dengan gelar.
-        Bagi orang Tapanuli, sebelum mereka menikahkan anaknya, terlebih dahulu mereka pergi ke dukun untuk menanyakan untung dan rugi daripada perkawinan anak mereka kelak.
-        Dalam masyarakat Tapanuli, terdapat larangan untuk kawin dengan orang sesuku. Mereka tidak boleh ambil-mengambil dalam perkawinan, karena dilarang keras oleh adat.
-        Bagi orang tua, apabila hendak menikahkan anak perempuan mereka, yang harus dibicarakan boli (mahar)
-        Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita, maka orang tuanya harus menjemput si gadis kemudian dibawa ke rumahnya.
-        Menurut adat orang Batak, orang yang meminta maaf akan kesalahannya, harus harus membawa nasi ke rumah orang tempat ia meminta maaf itu, supaya langkahnya berat. Nasi itu biasanya dibungkus dengan daun pisang sehingga disebut dengan nasi bungkus.
Nilai sosial
-        Kalau kita dalam kekayaan, banyaklah kaum dan sahabat. Bila kita jatuh miskin, seorang pun tak ada lagi yang rapat, sedang kaum yang karib itu menjauhkan dirinya.
-        Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, Nuria mengumpulkan kaum kelargnya serta para tetua di kampungnya untuk menasihati suaminya.
Nilai pendidikan
-     Setelah Mariamin berumur tujuh tahun, ia pun dimasukkan orang tuanya ke sekolah
-     Meskipun ibu bapaknya orang kampung saja, tahu jugalah mereka itu, bahwa anak-anak perempuan pun harus juga disekolahkan.

6.         Amanat
-        Sebagai anak yang berbakti, kita hendaknya menuruti kemauan orang tua kita selama kemauan itu adalah wajar.
-        Hendaklah kita berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, karena penyesalan datangnya belakangan
-        Bagaimana pun besarnya cobaan dan derita yang kita hadapi, janganlah kita lupa pada Allah SWT.
-        Janganlah mencintai seseorang hanya karena harta, derajat dan kedudukan yang dimilikinya.
-        Anak yang sudah cukup umur hendaklah disekolahkan atau diberi pendidikan.
-        Aturan-aturan dalam adat yang sudah tidak sesuai dengan adat yang dimiliki oleh masyarakat sekarang ini, baiknya dihilangkan daripada memberi kesulitan bagi seseorang. Seperti halnya dalam perjodohan.

7.         Sudut pandang pengarang
Sudut pandang orang ketiga(pengamat/penonton)

B.        Unsur Ekstrinsik
1.         Latar belakang pengarang
Merari Siregar (1896-1940), dilahirkan di Sipirok, Sumatera Utara, adalah seorang sastrawan Indonesia yang berasal dari Angkatan Balai Pustaka. Setelah meraih ijazahHandelscorrespondent Bond A di Jakarta, ia bekerja sebagai guru bantu di Medan, kemudian bekerja di Rumah Sakit Umum Jakarta, dan terakhir di Opium & Zoutregie Kalianget, Madura. Selain Azab dan Sengasara, yang merupakan tonggak kesusastraan Indonesia, ia juga menulis cerita si Jamin dan si Johan yang merupakan saduran karya Jus vVan Maurik (1918).

2.         Zaman ketika karya sastra Azab dan Sengsara dibuat.
Roman Azab dan sengsara disusun pada tahun 1920 dan cetakan pertama pada tahun 1927, dimana pada waktu itu bangsa Indonesia tengah berjuang untuk merebut kemerdekaannya dari tangan penjajahan Bangsa Jepang. Meskipun begitu, jalan cerita di dalamnya tidak menyinggung masalah peperangan yang terjadi pada waktu roman ini dibuat. Akan tetapi, isinya lebih banyak membahas tentenag adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat Tapanuli, Sumatera Utara pada masa itu.

A. Kelebihan
1.      Sebagaimana pengertian dari roman adat, roman Azab dan Sengsara benar-benar menceritakan tentang adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat Tapanuli.
2.      Di dalamnya terkandung berbagai tuntunan yang baik bagi para remaja yang biasanya berputus asa jika tengah menghadapi suatu kegagalan.
3.      Pegarang menggunakan istilah-istilah sehari-hari yang dipakai oleh masyarakat Tapanuli, sehinnga pembaca dapat mengetahui bahasa di daerah Tapanuli.
4.      Pengarang mencantumkan pengertian dari istilah yang digunakan, sehingga pembaca dapat lebih mengerti.
5.      Pengarang menggunakan ungkapan yang sesuai dengan isi cerita,seperti jantung hati, sehingga menambah nilai kesusastraan dalam cerita.

B. Kekurangan
1.    Terdapat penulisan kata-kata yang tidak baku, misalnya:
Bang : azan
Merengkah : merekah
Laki : suami
Bini : istri
Pujuk : bujuk
2.    Dalam roman Azab dan Sengsara, terdapat gaya penceritaan yang terlalu bertele-tele, bahkan seringkali melenceng dari pokok pembahasan yang sedang diceritakan.
3.    Terdapat penulisan kalimat yang strukturnya tidak baku,
Seperti:
Baiklah anakku dahulu makan
dan dengan moral atau perilaku yang terpengaruh oleh adat dan kebiasaan.
4.    Bahasa
Bahasa yang digunakan pada karya sastra Angkatan 20-an dipengaruhi oleh bahasa daerah. Penggunaan ungkapan dan perbandingan sebagai bentuk kiasan banyak ditemui dalam karya sastra angkatan 20-an.

1 komentar:

  1. Bagus dibaca. Saya juga belum tahu bahwa dalam novel penggunaan bahasa di Tapanuli mempengaruhi teks.

    Salam dari Frankfurt / Jerman

    BalasHapus

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Templatelib